Jalan yang Putih - Puisi Lidia


Ilustrasi: Pixabay.com/Larisa Koshkina



Jalan yang Putih

Dalam rimba hidup berlapang-lapang ini
segala arah telah dilalui
jalan menikung-nikung
kiri-kanan
pertigaan
perempatan
adalah pilihan berujung kehancuran

Kita bersimpuh lelah
memohon petunjuk jalan kebenaran-Nya
hingga pensil Tuhan menuntun
membawa pada jalan putih 
lalu menghapus semua arah
yang mungkin itu jalan-jalan hitam
pengantar dosa
yang tidak disadari sebelumnya

Kita terus melangkah di jalan putih itu
dengan satu garis keyakinan
bahwa tangan Tuhan selalu memberi
jalan terbaik-Nya

Sarjo, 24 Maret 2023




Sajadah Ayah

Setiap tiba waktu salat
sajadah itu menemani ayah
mendengar segala permohonan
menjadi saksi airmatanya

Coraknya mulai memudar
bersama ayah kian tua
sobekan di ujung bawah
menatapnya dengan tabah

Di kamar itu
ada beberapa sajadah 
menanti tangan ayah
hitam, biru, coklat
menumpuk di atas lipatan

Entah mengapa
sajadah merah itu lekat 
di hati ayah
selekat dekap ibu padaku

Suatu subuh
selepas doa-doa ditabur
aku melempar tanya 
ayah mengurai jawaban
"Sajadah itu satu-satunya 
pemberian kakek
ketika pulang dari Mekah"
banyak nasihat tentangnya

Sarjo, 28 Maret 2023




Pintu Ramadan

Pintu bulan terbuka pelan
aku masih di jendela
merenungi dosa
yang tak kunjung habis

Di ruang tamu
Ramadan berkemas
hendak pulang

Esok yang tersisa
Ramadan akan melambai
melaju bersama kereta amal
meninggalkanku yang lumpur

Sampai jumpa!

Sarjo, 15 April 2023



Mata Ayat

Aku menemukan mata 
di atas selembar ayat
mata hijaiah yang memandang mataku
dengan lembut dan teduh
seperti mata ibu

Kubaca pelan-pelan
dari kanan ke kiri
dari lidah ke hati
hening dan dingin

Mata itu
seperti mengawasi ucapan
yang kadang salah mengeja 
atau mungkin menatap hitam wajahku
yang kadang luput dari wudu

Usai saling tatap
aku berubah pendiam
mata ayat pindah di mataku
membuka pintu petunjuk

Sarjo, 10 April 2023




Baca juga: puisi Seperti Kertas di sini


Posting Komentar

0 Komentar