Rindu yang Berpetak-petak (Puisi)

 
Ilustrasi: Pixabay.com




Rindu yang Berpetak-petak

Setelah menebang pohon waru
bapak menggali tanah itu
membentuk pematang ikan
tempat doa-doa disemogakan

Di tengahnya ada pintu
terbuat dari papan-papan jembatan
sebagai tempat pertemuan
bagi semua yang berenang

Di atasnya ada aku berdiri
membagi-bagi butiran kata
dan di bawah ada kau mengaminkan

Pematang ini adalah rinduku berpetak-petak
yang semasa kecil kurawat
kini berganti potongan-potongan tanah kering yang kosong

Sarjo, 24 April 2022



Bait Rindu 

Ia telah usai menulis sajak-sajaknya
bait-bait rindu yang padanya 
tak kutemukan tanda titik
sebagai akhir bagi kata-katanya
yang tak lagi lahir 

Di tubuh puisi aku berdoa 
sependek huruf-huruf yang kubaca
"Aku ingin hidup seribu tahun lagi"

Seperti titik
raga pun punya tanda baca
yang dieja airmata 
itulah kematian!

Sarjo, 31 Mei 2022



Bertandang ke Rumahmu 

Rindu melilitku, menarik kaki 
bertandang ke rumahmu
melewati lorong-lorong kenangan
yang dulu kita jejaki 
saat berziarah ke makam 

Kini, kau ada di sana
dalam wujud yang lain, nisan.
kutaburi bunga-bunga doa
yang kupetik dari tanamanmu
yang lalu kau doakan tumbuh

Pada nisanmu itu, aku berguru:
perihal kematian tak mengenal gelar
perihal kehidupan berujung epitaf
perihal nama berubah debu-debu beterbangan dalam ingatan
yang kerap orang-orang usap 
lalu hilang diganti nama baru

Aku bertandang ke rumahmu
tempat di mana kelak aku 
bukan lagi tamu

Sarjo, 10 Mei 2022



Cerita Malam 

Kesuraman hati ibu disaksikan gelapnya malam
pada perkampungan sepi
ketika bayinya lahir dalam kasih Tuhan

Bayi itu,
tak sempat merasakan
hangat peluk ibu
sebab kelahirannya menjadi kematian 
nurani ibunya

ia dibuang seperti sampah
dalam kardus kecil
di bibir pantai
saat orang-orang terbuai mimpi

Tangisnya pecah
tetapi ibunya tak menoleh 
hingga ombak membawa tubuhnya
bermain-main di tengah lautan
sampai ajal memeluk

Cerita malam itu bukan dongeng ibu
tetapi catatan saksi kelak
yang tak bisa dielak

Sarjo, 18 Mei 2022



Wara-wara 

Pada pagi yang dingin
ada hati menimbun ingin
berlari dari gigil 
ketika mendengar berita 
menggilakan 

Terdengar jelas pengumuman itu
namamu disebut tiga kali
telah berpulang!

Pada pagi yang dingin 
tiga kali namamu diumumkan
jelas terdengar, menggilakan
hingga gigil berlari dari hati
yang selalu menimbun ingin
ingin kau tetap di sini
bukan sebagai nama pada pengumuman itu

Sarjo, 24 Mei 2022

 



Baca juga: puisi Mesin Cetak di sini

Posting Komentar

0 Komentar