Daun di Atas Kepala
Angin kematian berembus pelan
meluruhkan tubuh dedaunan
jatuh tepat di atas kepalaku
mungkin ia tak tahu
kepala ini yang pernah memikirkan nasibnya
saat terancam punah
dari tangan-tangan penebas bebas
Daun-daun itu beterbangan
mencari ketenangan hidup
di kakimu atau di atas kaki pengantar jenazah
yang sebelumnya menyapumu di laman
Pada musim kemarau ini
kita dihujani berita kepiluan, pandemi!
Usia tua dan muda pergi
seperti guguran daun kering itu.
Sarjo, 12 Mei 2022
Ampas
Serupa kelapa, aku manusia
yang dayanya diperas menghasilkan sepikul harta
lalu disiar media sebagai abdi yang bangkang
Kau berikan segudang kepercayaan
di mana wanginya tak pernah menyentuh namaku
bahkan aku tak ada dalam daftar buku birumu
Inikah dunia?
memamerkan segala laku
yang bebannya tak bisa kupikul lewat canda
Serupa kelapa
akulah ampas yang esok kau ganti dengan mudah
ketika dayaku habis diserap serakahmu
hingga berkalang tanah
Sarjo, 26 Mei 2022
Musafir 2
Di tengah gersangnya akhlak
kau menuntun mata kakiku
menuju perigi keyakinan
lalu melepas dahaga keangkuhan
yang mengering di tubuh sakitku
Kuteguk secangkir airmu
sekilas terbayang-bayang zamzam
dan kisah Hajar mencari setitik air
seperti diriku yang berlari
dari kekeringan hati
dan menemukan ketenangan
Di tengah gersangnya akhlak
aku pelan-pelan tumbuh
setelah membaca nasihatmu
yang orang-orang modern abaikan
bahwa hidup ini serupa padang
sedang aku hanyalah musafir
menumpang minum di rumahmu
Esok yang entah
aku akan pulang
sesuai jadwal ketetapanmu
seperti senja ini
Sarjo, 6 Mei 2022
Langgas
Ia telah bebas dari jeruji dunia yang menganga
menuju pengadilan Tuhan
mengibar bendera kemerdekaan batin
yang begitu lama dijajah derita ketakadilan hakim-hakim
Sarjo, 27 Mei 2022
Bandara
Kita menunggu di sini
memandang kesunyian laman bandara
ditemani kursi-kursi berbaris rapi
diam terpaku disapa angin subuh
sambil mengingat-ingat mimpi
yang belum sempat diurai
Di sini, kutemukan segala ucapan selamat: selamat datang, selamat tinggal, selamat sampai tujuan
meski pada akhirnya aku tak pernah selamat dari airmata perpisahan
Kau melempar pesan pengingat
saat pesawatmu hendak berangkat
"Belajarlah ikhlas, sebab kematian itu ibarat dijemput pesawat!"
Sarjo, 8 Mei 2022
Baca juga: puisi Genangan di sini
16 Komentar
Puisinya bagusss, tentang daun dan kematian itu bikin merinding. Betapa dekatnya ketian dengan hidup kita sebenarnyam, hanya saja kita sering lupa.
BalasHapusTerima kasih komentarnya, kak
Hapussedap puisinya, bikin merenung, huhu, trus jadi pengen bikin puisi juga udah lama gak nulis puisi
BalasHapusAyo bikin puisi lagi, kak😁
HapusMudah-mudahan nanti bisa dikumpulkan dalam 1 buku puisi sendiri, ya
BalasHapusAamiin. Terima kasih, kak😇
HapusPaling ngena ttg analogi kelapa, ntah karena penyuka kelapa hehe. Tp bener, kdg kita seperti ampas yg stlah di ambil sari, lalu dibuang. Ahh bagus2 puisinya mbak 😊
BalasHapusTerima kasih, kak🙏🏻
HapusWah aku tak bisa bikin puisi denga diksi yang apik. Entahlah mgkin karena sebagai otak kiri atau emang minim kosa kata hehe puisinya bagus kak
BalasHapusAyo belajar bareng, kak. Saya juga cukup rumit memilih diksi🙈
HapusSemangat terus menulis puisi. Semoga nanti jadi buku ya..yang penting hati2 dengan perumpamaan..
BalasHapusSiap, terima kasih kak🙏🏻
HapusPesan terakhirnya jleb "Belajarlah ikhlas, sebab kematian itu ibarat dijemput pesawat!"
BalasHapusTerima kasih komentarnya, kak🙏🏻
HapusPuisinya cakep. Diksi nya berkualitas. Sederhana namun tersampaika dengan baik pesannya.
BalasHapusTerima kasih komentar baiknya, kak🙏🏻
Hapus