Ilustrasi: pixabay.com |
Lonceng Ingatan
Di hadapan tiang bendera itu
kita berdiri dalam satu barisan
mendengar undang undang digemakan
merunduk mengenang juang pahlawan yang sebelumnya tak pernah kita tahu rupa dan warnanya
hening!
Suaraku dikurung sepi
sedang pikiran macet oleh tanda tanya
mengapa dan siapa
siapa kita di masa depan
Lonceng berbunyi
mengetuk pintu kenangan
setelah diri terbukti bukan siapa siapa
Sarjo, 07 Juni 2021
Pohon Kenangan
Kemarin, kusempatkan menyambangi tempat itu
taman bekas kita bertumbuh
hening, hanya ada tukang kebun
yang merapikan kenangan kita
Pohon-pohon tak seteduh lalu
daun-daunnya luruh dipetik angin
seperti hati yang dipoles musim
Masa-masa berkumpul selalu membayang-bayangi kewarasanku
dan itu mengakar kuat dalam ingatan
sedang diriku tak setabah
hujan bulan juni
Sarjo, 17 Juni 2021
Juni Bercerita
Serasa sarapan sebulan
pagiku dibubuhi sepiring puisi
dengan aroma diksi melankoli, bijak, dan aneka intuisi
Minggu pertama
kaki penaku berlari
menuju puncak lawu yang tingginya
tak bisa kuuraikan
dan dinginnya tak sanggup kuungkap
namun, bentuknya dapat kugambar
lewat kata-kata
Minggu kedua
aku seperti ikan berenang
terpukau dalam lautan cerita
perihal rindu yang tak pernah selesai dituliskan
adalah namamu
Minggu ketiga
kita mulai renggang
kau pelan-pelan berkemas hendak melepas
sedang aku dipeluk cemas
tak rela ditinggal kapalmu berlayar
tepat di hari terakhir
"Selamat sampai di masa depan
tetaplah jadi kenangan
yang kelak membawaku mengulang kisah hari ini
tentang kita yang pernah ada"
Sarjo, 30 Juni 2021
Baca juga: Puisi Muara Doa di sini
2 Komentar
Emang udah bagus sejak lama puisinya ya kak 🙂
BalasHapusTerima kasih dik, sudah meninggalkan jejak kaki di sini. Puisi ini masih proses belajar kok🙏🏻
Hapus