Puisi Lidia | Mengintip Pagi Ibu

 
Pexels.com















Mengintip Pagi Ibu

Dalam dapur pagi itu
kutemukan ibu menanak
ikan-ikan dibaringkan di atas pemanggang
sayur-sayur dicampur dalam panci
diaduk setulus hati

Di ruang tengah
ibu merapikan kursi
meja bertaplak dihiasi bunga
berdiri dengan senyum menawan

Pada beranda
ada bunga-bunga
berbaris menatap jalan
ibu siram dengan harapan
tetap tumbuh beranak
seperti dirinya yang memiliki anak

Pagi ibu serupa kantor besar
di mana dirinya jadi pegawai 
tanpa menuntut bayaran tinggi
sebab cintanya begitu luas
seluas samudra 
yang kedalamannya tak bisa diukur
atau kuhitung-hitung dengan kalkulator ayah.

Kelak, kuingin seperti ibu
menjadikan rumah dan keluarga
sebaik-baik surga

Sarjo, 20 Desember 2022





Pelangi

Seiring bertumbuhnya usia
pengalaman menggambar hitam perjalananku
di antara keceriaan memutih 
ada kemerahan menempel 
pada wajah ibu kian senja

Warna warni kehidupan bercampur
menjadi jalan berliku
dan kau penopang segala rapuh

Ibu!
kau pelangi sepanjang waktu
setelah hujan reda di mata
menyalakan kebahagiaan 
pada hati gelap pilu

Sarjo, 7 Desember 2022





Ketika Ibu Menangis

Kau meneropong mata ibu
ada air hendak tumpah
tapi bulu lentik itu berkedip-kedip
menunda deras air

Di hatimu 
pertanyaan beramai-ramai
berlomba ingin didengarkan
kau tunda
lalu memilih diam

"Ibu menangis?"

Kau tak mendengar 
deru hatinya teriris
sebab lidahmu yang runcing itu
naluri tuli
dimakan emosi

Ibu menunduk
doa ditabur
dan kau tak koreksi diri

Sarjo, 12122022





Di Meja Makan

Di meja makan
aku menikmati masakan ibu
memaknai asin, asam, manis
kutelan pelan-pelan
ada haru sepedas cabai

Di meja itu
kutemukan rasa baru
berisi bumbu cinta ibu
jadi kaldu

Sarjo, 17 Desember 2022





Baca juga: puisi Lidia Rumah Tua di sini

Posting Komentar

0 Komentar