Cara Hati Bekerja
Tubuh basah bergantung
di sepanjang jemuran
ketika kepalaku baru saja usai
ketika kepalaku baru saja usai
melepas dirimu
menjamur di ingatan
menjamur di ingatan
Hujan di dadaku pun mulai reda
meski di telinga masih ada
tetesan kata-katamu meleleh
kubiarkan matahari itu
membakar segala resah
dan diam jadi pilihan
penenang sesaat
sebelum kau dan aku menjelma
pengacau alam,
menembak burung-burung
merdu berkicau,
setia melayangkan doa-doa pengabdian.
kubiarkan matahari itu
membakar segala resah
dan diam jadi pilihan
penenang sesaat
sebelum kau dan aku menjelma
pengacau alam,
menembak burung-burung
merdu berkicau,
setia melayangkan doa-doa pengabdian.
Setelah terik ditutupi mendung
kau memilih menawar maaf padaku
dunia seluas angan ini katamu
tak seharusnya mengubah
sikap kita menjadi angin
berlalu tanpa menyapa
berlalu tanpa menyapa
Jauh di seberang sana
kuikhlaskan semua kata menjarum itu
lalu mencoba bersinar lagi
meski musim hujan menemani
sebab kuyakin matahari akan menyala
saat awan selesai menumpah tangisnya
Begitulah cara hatiku bekerja!
Sarjo, 5 November 2022
Mencatat Usia
Pada lembaran waktu
kucoba mencatat ingatan
tentang perjalanan panjang berliku
juga lubang-lubang tempatku terjatuh
Angka 22, dengan semangat muda kujinjing segala impian memuncak
hingga bumbu kegagalan mengajariku menambah asin perjalanan
Angka 25, emosi bagai suhu pada air mendidih, meningkat melulu
tapi kau abai menuntun, membiarkan kecewa membakar diriku
Dulu sebelum usia mengajak pikiranku dewasa, kau tak memberiku bekal sedikit pun untuk mempersiapkan diri, hingga setelah waktu tua mencapaiku, aku telah menjadi cacing kelaparan tanpa tahu mencari makanan sendiri.
Sarjo, 1 November 2022
Hanya Persinggahan
Sebelum tangismu memecah kesunyian bumi
kau telah tumbuh beredar di pusat ibumu
mengintip matahari, mengutip debur ombak, berlari memutar ari-ari
hingga tiba detik-detik
pintu dunia itu terbuka untukmu
dan kau pun menjerit
menggenggam janji Tuhan
seperti tak ingin dilahirkan kedua kali
Doa ibu mengalir bersama tetesan merah
menyambut napasmu berembus menyentuh tubuh gigilnya
yang berkeringat lemah
lalu menumpahkan airmata
mungkin sebagai jalan
menjaga titipan
atau berjuang menanggung gelar ibu yang melekat dalam dirinya
Tangan ibumu serupa arus sungai Nil
mengayun lembut Musa
lalu kau pun terlelap dalam dekap
tanpa takut dihanyutkan mimpi
Dan setelah kau terbangun
kau tatap wajah ibumu
serupa rumah teduh
yang kelak selalu kau rindu
ketika jauh menjadi keluh
di mana pintunya terbuka menunggu
Tetapi dalam kefanaan ini
ibu hanyalah persinggahan
yang bisa kau jenguk
pada bait-bait doamu
di masa kepulangannya
Sarjo, 14 Oktober 2022
Baca juga: Puisi Mengintip Pagi Ibu di sini
0 Komentar