Mesin Cetak
Seperti mesin,
ibu mencetak anak-anak
di mana rahim sebagai kertas
dan air mata jadi tintanya
Di atas meja operasi
ia menguatkan hati
menghapus ketakutan pada jarum, pisau bedah, gunting pemotong
demi detak jantung janin
yang menjadi surga hidupnya
Dokter mendekat
obat bius melekat
kandungan ibu pelan-pelan disayat
sedang di balik sekat
ada doaku serupa jimat
menyeru selamat!
dan kau lahir tanpa cacat
Di ruangan itu,
ibu masih terbaring
matanya belum bisa memandangmu
sebab obat begitu kuat membius
dan luka-lukanya perih menusuk
seperti mesin
ibu pun butuh rihat
Sarjo, 22 Mei 2022
Rambut Putih Ibu
Kusisir rambut ibu setinggi bahu
tampak selembar warna lain
menatap mataku yang curiga
pernah bersua di suatu senja
kepala kakek!
Jari-jariku memisah rambut hitam
lalu mencabut putih pelan-pelan
tanpa kudengar salam perpisahan atau jeritannya
yang mungkin terucap pada helai yang lain
Uban itu cap pengingat
bahwa usia tak lagi muda
tapi kenapa harus putih?
tanyaku pada ibu
sebab, putih itu suci
sebagai tanda kelak
kita akan bertemu Tuhan!
Sarjo, 21 Mei 2022
Buah Ranum
Kehidupan bagai petani ini
membawa pikiranku mencangkul
tanah-tanah kerontang ilmu
agar tetap gembur ditanami biji-biji
tumbuh menjadi pribadi subur iman
Aku memang bukan ahli pertanian
tapi aku tahu pupuk kebaikanlah
yang kelak menghasilkan buah-buah
manis di ingatan
Seperti kata bapak di kebun dulu
kita ini serupa buah pohon mangga
ketika ranum orang-orang memetiknya
sama halnya kematian
akan dipanggil setelah tobat
untuk dikisahkan
Sarjo, 20 Mei 2022
Pigura
Aku belajar memahami kehilangan
setelah suaramu tak lagi ada
di bangku sekolah, taman, dan kantin
tempat bertukar cerita
Wajahmu terpajang di ruang sempit kepala
kutatap dengan ingatan
sebab mata tak mampu melihat nyata
Aku berpikir mati itu mimpi yang tersesat
di mana aku mencari-carimu
di belantara
Sarjo, 19 Mei 2022
Baca juga: puisi Titik di sini
0 Komentar