Mesin Cetak (Puisi)

 
Ilustrasi: Pixabay.com




Mesin Cetak 

Seperti mesin,
ibu mencetak anak-anak
di mana rahim sebagai kertas
dan air mata jadi tintanya

Di atas meja operasi
ia menguatkan hati
menghapus ketakutan pada jarum, pisau bedah, gunting pemotong
demi detak jantung janin 
yang menjadi surga hidupnya

Dokter mendekat 
obat bius melekat
kandungan ibu pelan-pelan disayat
sedang di balik sekat 
ada doaku serupa jimat
menyeru selamat!
dan kau lahir tanpa cacat

Di ruangan itu,
ibu masih terbaring
matanya belum bisa memandangmu
sebab obat begitu kuat membius
dan luka-lukanya perih menusuk
seperti mesin
ibu pun butuh rihat

Sarjo, 22 Mei 2022



Rambut Putih Ibu 

Kusisir rambut ibu setinggi bahu
tampak selembar warna lain
menatap mataku yang curiga
pernah bersua di suatu senja
kepala kakek!

Jari-jariku memisah rambut hitam 
lalu mencabut putih pelan-pelan
tanpa kudengar salam perpisahan atau jeritannya
yang mungkin terucap pada helai yang lain

Uban itu cap pengingat
bahwa usia tak lagi muda 
tapi kenapa harus putih?
tanyaku pada ibu 
sebab, putih itu suci
sebagai tanda kelak 
kita akan bertemu Tuhan!

Sarjo, 21 Mei 2022



Buah Ranum

Kehidupan bagai petani ini
membawa pikiranku mencangkul 
tanah-tanah kerontang ilmu
agar tetap gembur ditanami biji-biji
tumbuh menjadi pribadi subur iman

Aku memang bukan ahli pertanian
tapi aku tahu pupuk kebaikanlah
yang kelak menghasilkan buah-buah
manis di ingatan

Seperti kata bapak di kebun dulu
kita ini serupa buah pohon mangga
ketika ranum orang-orang memetiknya
sama halnya kematian
akan dipanggil setelah tobat
untuk dikisahkan 

Sarjo, 20 Mei 2022



Pigura 

Aku belajar memahami kehilangan
setelah suaramu tak lagi ada
di bangku sekolah, taman, dan kantin
tempat bertukar cerita

Wajahmu terpajang di ruang sempit kepala
kutatap dengan ingatan
sebab mata tak mampu melihat nyata

Aku berpikir mati itu mimpi yang tersesat
di mana aku mencari-carimu 
di belantara 

Sarjo, 19 Mei 2022






Baca juga: puisi Titik di sini

Posting Komentar

0 Komentar