Ritual Ibu (Puisi)

 
Puisi Lidia/Ilustrasi: Pexels.com




Ritual Ibu
Oleh: Lidia

Embun sabar menempel lebar
di hati ibu kala subuh
ditemani gigil angin
mendekap tubuh hangat
semangatnya

Di depan dapur
ibu menghidang bubur
rempah-rempah dicampur
membaur dalam wajan ikan-ikan
menjadi asin, asam, manis, pedas
bersatu seperti perasaan ibu.

Aroma masakan membubung
menuju kamarku, bilik ayah, bahkan
mungkin ke rumah penjual rempah
tempat ibu belanja
dengan harga tawaran iba
sesuai isi dompetnya
atau menuju rumah petani
yang sedang berdoa 
untuk kesehatan rempahnya

Aku dan siapa pun 
yang menghirup bumbu ramuan ibu
tak pernah tahu suara-suara 
yang terkunci di hati ibu
meski begitu ia tetap menjaga rasa masakan itu
yang kerap ayah serap kurangnya
tapi tetap memuji ibu
sebab ayah tahu kemahalan rempah 
tak dapat memurahkan cinta ibu akan keluarga

Embun sabar kian menempel lebar di hati ibu
menjalankan ritual pagi
bersama doa-doa besarnya


Sarjo, 8 Agustus 2022





Kayu Ibu

Kecanggihan zaman 
tak dapat menghapus ingatan kecilku 
tentang kemunduran Soeharto dari kursi presiden 
yang memajukan krisis ekonomi
dan menjadikan ibu pemulung kayu bakar 
di belantara sunyi
menepis ketakutan sendiri 

Kala lalu
aku tak paham mengapa ibu menyiksa diri memikul tumpukan kayu
sedang di rumah ada dua kompor minyak

Usia kecil ternyata tak mampu menampung besarnya keresahan ibu
akan keringnya pemasukan 
lalu pengeluaran mengalir deras
setiap hari

Tetapi tak pernah kudengar gerutu ibu
berkobar-kobar di depan tungku
yang kulihat hanyalah peluh lelah
diam membasahi matanya

apa itu bukti ibu merasa terjajah?

Sarjo, 10 Agustus 2022




Gerobak Ibu

Di atas gerobak tua
ia menyusun kotak-kotak jualan
sebagai kerja harian
untuk jaminan masa depan 

Ia mendorong gerobak itu
menuju sekolahan
menyusuri jejak anak-anak
di mana kiri kanan rumput menyambut

Kaki gerobak tersandung batu
sebab ibu berjalan menahan kantuk
kepalanya seperti tertimpa beban berat
dan gerobak tua  
tak lihat berapa jam ibu habiskan di depan tungku saat subuh 
untuk menanak kerinduan pada anaknya 
yang begitu cepat terbang 
ke tanah rantau

Entah siapa yang kelak rihat lebih dulu
apakah gerobak atau tuannya 
sebab jari-jari ibu sudah kaku
mengaduk adonan hidup kian keras
dan tubuh gerobak terlalu berkarat
menanggung semangat ibu 
yang tetap baru

Sarjo, 10 Agustus 2022





Baca juga: puisi Merayakan Kemerdekaan di sini

Posting Komentar

0 Komentar