Nipah (Puisi)

 
Ilustrasi: Pexels.com




Nipah 
Oleh: Lidia

Masih tersusun jelas
jahitan daun-daun nipah
di ingatan ibu
setelah jari-jari keriput diurut
rotan menjarum

Ia meraut bambu,
melipat daun nipah,
menyulamnya membentuk atap
ketika dibayang-bayangi tetesan hujan
yang mungkin saja membasahi
seisi rumah.

Entah, berapa banyak nipah ia tebas
untuk menutup lubang-lubang
kepedihan hari-harinya yang terus terbuka
sedang ia hanyalah perempuan layuh, katanya padaku. 

kaki-kaki luka begitu tajam
menancap hidup
dan ibu berusaha lebih runcing lagi 
menopang diri

Ia tetap menatap atap 
rumah ramah kenangan itu
sebab dari sanalah bermula 
rintik-rintik tekad hidupnya
mengguyur kesabaran hati yang mengering

Dan aku, hanya pendengar derita ibu
yang baru paham 
cara membuat atap nipah
di mana jarumnya adalah jari ibu

Sarjo, 18 Juli 2022



Yabe Lale

Kidung itu merdu dinyanyikan ibu
saat malam larut
di depan laut
rumah kecil dulu

Mungkin itu sebagai obat tidur
atau penawar resah menunggu
ayah, belum juga tiba
membawa sekantong makanan
untuk laparku

Kadang ibu menakut-nakuti
bila lagunya tak mempan mendiamkan rewelku
memanfaatkan orkestra jangkrik-jangkrik, dan lolongan anjing, 
yang hanya menambah frekuensi tangisku

Tetapi raut lelah ibu
membuat mataku terpejam 
dengan sendirinya
hingga bayang-bayang ayah
menjadi bunga tidur 
berdendang diiringi yabe lale

Sarjo, 20 Juli 2022




Lembu

Ia yang lelah akan berlari
saat tubuhnya dicambuk-cambuk.
lalu tenggorok kering didiamkan
dengan bayang-bayang seember air
yang luput kauberi
ketika setumpuk beban di pundaknya
tiba di tujuanmu

Terkadang kupikir
pekerjaan lembu itu 
serupa diriku
yang tak pernah selesai memikul 
pesananmu
dan kau hanya duduk memangku tangan
merayakan kekuasaan

Tetapi alam selalu mencatat
segala jenis kecurangan itu
yang kelak menjadikan dirimu
lembu-lembu sebenarnya.

Sarjo, 20 Juli 2022






Baca juga: puisi Ritual Ibu di sini


Posting Komentar

0 Komentar