Nipah
Oleh: Lidia
Masih tersusun jelas
jahitan daun-daun nipah
di ingatan ibu
setelah jari-jari keriput diurut
rotan menjarum
Ia meraut bambu,
melipat daun nipah,
menyulamnya membentuk atap
ketika dibayang-bayangi tetesan hujan
yang mungkin saja membasahi
seisi rumah.
Entah, berapa banyak nipah ia tebas
untuk menutup lubang-lubang
kepedihan hari-harinya yang terus terbuka
sedang ia hanyalah perempuan layuh, katanya padaku.
kaki-kaki luka begitu tajam
menancap hidup
dan ibu berusaha lebih runcing lagi
menopang diri
Ia tetap menatap atap
rumah ramah kenangan itu
sebab dari sanalah bermula
rintik-rintik tekad hidupnya
mengguyur kesabaran hati yang mengering
Dan aku, hanya pendengar derita ibu
yang baru paham
cara membuat atap nipah
di mana jarumnya adalah jari ibu
Sarjo, 18 Juli 2022
Yabe Lale
Kidung itu merdu dinyanyikan ibu
saat malam larut
di depan laut
rumah kecil dulu
Mungkin itu sebagai obat tidur
atau penawar resah menunggu
ayah, belum juga tiba
membawa sekantong makanan
untuk laparku
Kadang ibu menakut-nakuti
bila lagunya tak mempan mendiamkan rewelku
memanfaatkan orkestra jangkrik-jangkrik, dan lolongan anjing,
yang hanya menambah frekuensi tangisku
Tetapi raut lelah ibu
membuat mataku terpejam
dengan sendirinya
hingga bayang-bayang ayah
menjadi bunga tidur
berdendang diiringi yabe lale
Sarjo, 20 Juli 2022
Lembu
Ia yang lelah akan berlari
saat tubuhnya dicambuk-cambuk.
lalu tenggorok kering didiamkan
dengan bayang-bayang seember air
yang luput kauberi
ketika setumpuk beban di pundaknya
tiba di tujuanmu
Terkadang kupikir
pekerjaan lembu itu
serupa diriku
yang tak pernah selesai memikul
pesananmu
dan kau hanya duduk memangku tangan
merayakan kekuasaan
Tetapi alam selalu mencatat
segala jenis kecurangan itu
yang kelak menjadikan dirimu
lembu-lembu sebenarnya.
Sarjo, 20 Juli 2022
Baca juga: puisi Ritual Ibu di sini
0 Komentar