Tak Kasat Mata (Puisi)

 
Ilustrasi: pixabay.com




Tak Kasat Mata

Setahun sudah kau mengurungku di jeruji ketakutan
takut akan terjangkit sakit lalu mati
hingga aku memahami sehat adalah kemahalan paling mahal

Kemarin, seorang Dokter bilang
"Kematian meningkat, tetapi kesadaran menurun"
dan kau sungguh tak pernah benar-benar pergi
hingga membuat beribu-ribu orang pulang

Setahun sudah kau menguasai bumi 
dan aku seperti romusa di masa jajahan Jepang
dipaksa mematuhi rambu-rambu sehat
menutup hidung, mulut, agar terhindar darimu

Kita adalah makhluk yang diciptakan oleh satu pencipta
yang masing-masing ingin hidup dan menghidupi keturunan
kau tumbuh di tubuh
dan aku berkembang di raga bumi yang hijau

Lalu kapan aku bebas, merdeka dari jajahanmu?

Sarjo, Mei 2021



Bukan Corona

Ketakutan merebak 
di lorong-lorong lengang 
di pintu-pintu rumah
tak lagi mau mendengar ketukan

Orang-orang menjauhinya
ketika dokter mendekat
mengantongi selembar diagnosa
yang mungkin positif mungkin juga negatif
tapi, mereka berlebihan menilai
di tengah kurangnya pengetahuan

Virus-virus ketakutan selalu menyerang 
lalu kita menjadikan diri seorang ahli
menebak sesuatu yang tak tak diketahui
berpatroli menyebar kebohongan

Apa kita pemilik kebenaran?

Sarjo, 05 Agustus 2021
 


Gamam

Arus dalam dada melemah,
menyantap hidangan berita
yang tak pernah selesai dicerna
hingga mentari lelah

Di atas meja baca
Sepasang bola hitam membelalak terpanah,
Wajah pasih,
Lidah kaku, membisu
ditampar angka-angka yang berseru
Berlindunglah!
Sebab, di luar sana ia mengudara tanpa suara

Corona,
Menebar virus ketakutan paling ngeri
pada pintu jiwa-jiwa yang rangup
Lalu menemukanmu,
di mana kau tak bisa menemuinya.

Sarjo, 13 Mei 2020



Corona

Petir bergemuruh dalam pikiranku
Ketika hadirmu menghujani kota orang-orang bermata sipit itu
Menempias, membawa virus mematikan
Di tiap koridor kehidupan

Hingga harus ada raga yang rebah

Awan hitam berkabung
Menampung air mata yang hendak tumpah di kota ini
Sedang resah menyelimuti hati berlalu-talu
Memikirkan masa depan anak pinggiran
yang tak kunjung berdasi

Corona...
Namamu terlalu buruk untuk dikenang
bagi kami kaum pengangguran
yang harus tercekik dengan harga masker yang melejit.

Sarjo, 09 Maret 2020




Baca juga: puisi Taman Duri di sini

Posting Komentar

0 Komentar