Tak Ada Siang di Jendela (Puisi)

 

Ilustrasi: pixabay.com


Tak Ada Siang di Jendela

Di balik jendela
mataku menatap
membelalak mencari seberkas sinar
tapi hanya menampak gelap

Matahari menyentuh rupa
menawarkan secangkir harap
yang  membiru dalam dada
tak sanggup berucap

O, Tuhan!
Aku pun ingin menikmati WarnaMu
seperti orang orang menggambar pelangi

Tapi di mataku, tak ada siang 
lalu dengan apa aku mengenal wajahku

Sarjo, 14 September 2021



Rindu di Ujung Tiang Bendera

Selembar kain merah putih
menari di puncak
angin yang menggoyangkan
tak mendengar bisiknya
dan memeluk tiang menjulang itu
tunggulah!
ada perayaan hari ini

Bendera telah berkibar
menunggu penghormatan meriah
di tengah sunyinya sempritan 
mungkin ia tak melihat barisan nisan 
atau tak mendengar sesak orang-orang
yang berjuang melawan sakit
Corona!

Lapangan hening
sekumpulan barisan rapi 
melagukan kemerdekaan dalam ingatan

Sarjo, 10 Agustus 2021



Pelabuhan Terakhir

Kapal kapal bersandar
bak tubuh merebah sejenak
dari lelahnya pergi dan pulang

Tawa dan tangis bersilih
menjemput, melepas terkasih
diiringi doa doa pengantar

Kau melambai dari kejauhan
menumpahkan segala rasa yang beradu
untuk seseorang yang baru saja kau sebut separuh hati
yang kini menjadikan dirimu pelabuhan abadi

Sarjo, 07 September 2021



Agustus

Merah putih berkibar
dengan iba setinggi tiang
melihat barisan nisan di bawahnya
bukan pahlawan zaman belanda
tapi pejuang sakit
yang sehatnya tak tertolong

Agustus 
bendera dan tiang itu
mungkin tak mendengar 
sesak orang-orang yang berjuang
melawan sakit
tapi ia tetap menunggu
tangan mana yang menariknya 
hingga puncak tertinggi

Entah apa yang hendak dirayakan bulan ini
apa kemerdekaan atau penjajahan 

Sarjo, 10 Agustus 2021



Dermaga Tua

Di pelabuhan yang ramai
kita selalu percaya ada kapal
yang pergi-pulang
kita sambut pelukan atau lambaian

Tak sesepi sekarang

Kapal-kapal diam bersandar di tubuhmu
telah tua dalam penantian
menunggu orang-orang bepergian
tanpa kepastian

Perjalanan menjadi hal asing
pasang-surut bukan lagi musim
yang kau rumus
sebelum berangkat

Rute terpajang buram
rencana menjadi narasi panjang
setelah benih-benih virus tumbuh
dengan keramahan

Dalam gelombang hidup ini
Kita pun menjadi tua di kediaman
serupa dermaga itu
tanpa tahu kapan kembali berlayar

Sarjo, 13 Februari 2022





Baca juga: puisi Pagi di Laman di sini

Posting Komentar

0 Komentar