Membaca Usia (Puisi)

Ilustrasi: pixabay.com


 

Membaca Usia

Buku-buku membawa pikiranku berenang ke dalam diri, membaca angka-angka yang gugur dalam almanak, lalu menemukan arti dewasa yang melekat

: Usia dewasa mengajarku segala,
tentang pendidikan yang tak melulu bermukim di kepala, cara menyimpan pengalaman pada tempatnya,
dan beberapa angka yang tak bisa dikurangi atau ditambah seperti hitungan kalkulator bapak.

Usia dewasa juga mendidikku merangkai bicara, agar tak membentur perundang-undangan berbahasa, serupa rambu-rambu lalu lintas kota daeng

Tetapi di usiaku ini, 
aku luput membaca petamu.
Alamat rumah yang kutuju berliku dan gelap, tak ada namamu di sana.

Entah berapa usia lagi kuhabiskan
untuk dapat mengenalmu

Sarjo, 24 April 2022



Suara Pagi

Ayam berkokok di ranting kering
bagai alarm gawai
bangunkan nelayan 
yang hendak menjemput ikan-ikan
di lautan bergelombang penuh tantang

Kakinya mencakar-cakar tanah
menggali tumpukan sampah
basah 
mulut mematuk segala sisa
temboloknya penuh rasa

Dalam bilik,
kau masih terbuai mimpi

bangunlah!
buka jendela dan lihat 
bagaimana ia berlari 
ketika ibumu menyeru
sambil melempar butiran-butiran jagung
seperti Tuhan membagi rezekiNya

Tetapi, suaranya hanyalah pengingat pesan masuk yang kau senyapkan

Sarjo, 14 Maret 2022



Bukan Petani Ulung

Seperti guru, alam mengajariku banyak hal
bahwa hidup ini adalah menanam
dan setiap kita adalah petani
di mana kau akan memanen perbuatanmu

Zaman makin pandai 
dan aku makin bodoh memaknainya
hingga lalai merawat ingin
lalu membuang sampah di ladang basah

Kupikir membaca berita adalah cerita yang membuka kesadaranku 
yang selalu berkata "Bencana itu takdir Tuhan"
tapi kenyataan menjawab bahwa Tuhan mengabulkan usahaku

Banjir di rumah itu ulahku
karena senang menabung sampah tidak pada tempatnya

Benarlah kata orang
"Kita selalu ingin hidup tenang 
tapi tak pernah berhenti menanam kerusakan"

Sarjo, Mei 2021



Ayah

Seperti jantung 
ia bekerja sepanjang masa
memompa keringat 
demi sejahtera seisi rumah

Di kantor itu
peredaran penghasilan 
tak imbang
penyempitan upah melebar
sedang kebutuhan tubuh meningkat
tapi semangat ayah tak pernah menurun

Ia berkebun, juga merawat ikan-ikan
menabur doa-doa serupa pupuk
menjauh dari segala keluh yang menumpuk
yakin Tuhan penentu rezeki 

Ayah, jantung keluarga!
kerap merangkap pesan
: degup hidup adalah sabar, tak akan sehat tubuhmu selama  bersarang keluh kesah

Sarjo, 18 Januari 2022



Bundel

Ibu membuka buku ingatan
menceritakan setiap lembaran
juang hidupnya padaku
melahirkan hingga menjadikan 
diriku perempuan patuh

Di lembaran lain buku itu
ia bertutur kisah berisi pesan-pesan kasih 
yang mesti dirawat sampai tua
adalah kejujuran 

Ibarat lemari 
ibu menyimpan rapi kenangan
satu-satu dibacakan 
saat aku banyak menulis keluh
"Itu belum seberapa, perjuangan ibu lebih berat merawatmu"

Ia menutup buku kenangan
dan aku diam dalam tanya

Sarjo, 12 Desember 2021





Baca juga: puisi Tak Ada Siang di Jendela di sini










Posting Komentar

0 Komentar