Syair Cinta di Kantung Dada Bapak (Puisi)

 
Ilustrasi: pixabay.com




Syair Cinta di Kantung Dada Bapak

Larik menarik dibaca bapak 
di balik bilik dan pilu hujan
adalah rima masa lalu
berisi nada-nada cinta merdu
seperti nyanyian angin pada daun

Sajak-sajak itu konon mengandung air mata
perjuangan bapak meraih hati ibu
yang dirubung lelaki tajir, gagah, gigih, dan pandai
Pandai merayu dengan bunga

Dada bapak kerap basah
takut tak diterima orang tua ibu
sebab bapak bukan jutawan, rupawan, pun wartawan 
Ia pengrajin kata-kata 
yang mencintai ibu seluas gudang makna
yang hanya bisa dipahami oleh hati suci

Sarjo, 19 November 2020



Bukan Salahku

Tentu semua tahu, 
Batu kesedihan jatuh di rumahmu
Bukanlah salahku
Tapi, hujan hujatan tetap menderas
Alam marah, alam jahat

Coba buka pintu matamu
Sekali lagi lihatlah
Kepalaku dibotaki keserakahan 
Tangan tangan
Manusia berakal kadal itu
Kelalaian mereka memancing ketakseimbangan hidup

Bukan salahku!
Selami diri masing-masing
Biar jelas, di mana letak mutiara 
Khilaf itu

Sarjo, 25 Januari 2021



Terang yang Gelap

Terik tawa bersinar pagi itu
memantul di cermin wajah anak-anak
mengejar riak tenggelamkan istana pasir
impian
sambil menghitung butiran harap

Kupandangi masa di mana mata seorang anak tak lagi menikmati biru, hijau, dan sapa lembut angin 
Ia tenggelam dalam aliran sungai 
dunia maya

Terik tawa di atas hamparan pasir
berganti rupa-rupa warna telepon
yang ditonton dua puluh empat jam
melahap ingin yang angin
yang mungkin sebatas layangan di angan

Aku bertanya di balik punggungnya
"Mengapa tak sekolah?"
Ia tersenyum menatapku lugu
"Semua orang sudah pandai, biarlah aku bodoh asal tak membodohi orang lain"

Terik tawa bersinar pagi itu
dan kulihat bocah melarung mimpi
hanyut dibawa alun usianya
berganti sesal yang menjejak 

Sarjo, 19 Desember 2020



Rumah 2

Ini ruang tamuku, kau bisa bertamu dengan syarat tak menumpuk sampah kenangan
Di depan pintu telah kutempel pengumuman
"Jagalah kebersihan hati"

Sebagai tamu, kau mesti tahu aturan, dan aku akan menjamu. Setidaknya kau tahu, hati bukan tempat menampung sampah, dan tentu kau berhati-hati mengolah kata.

Dan kau hadir bersama sejuta cerita, duduk di samping jendela berkata:
Pergilah, jangan menyimpan sampahmu di sini sebab akan ada hujan yang membanjiri.

Sarjo, 29 Maret 2021



Kepala yang Ramai

Apa yang terekam akan tersimpan
di ruang tak lagi suwung oleh keramaian
di sini banyak cerita sampah
menyumbat aliran pikiran

Semua merusak bait puisi yang tak sempat kuramu
berantakan di antara kertas kosong yang kacau 
Kata-kata meronta meminta keluar dari penjara 
setelah keributan datang bak petir

Sebelum kata-kata berlarian memilih rumah yang lain
telah kubuatkan istana
agar ia betah dan istirahatkan kenangan 
yang rumit.

Sarjo,29 Maret 2021





Baca juga: puisi Petasan Januari di sini

Posting Komentar

0 Komentar