Oleh: Didia Li Ratna
Ia bertanya pada belati
di mana lancipnya hendak berlindung
setelah menikam tukang ojek
yang menamparnya di depan
lampu merah
Tempat kendaraan mengantre sabar
Tanpa menunggu hijau
ia melesap secepat kilat
sebelum orang-orang sempat menggebuk
Tangan gemetar meminta ampun
sedang ampun tak mengenalnya
Ia seharusnya menimbang petaka
Tanpa terhasut bara yang menyala
Airmata sesalnya tumpah
di bawah patung Habibie yang tersenyum
lalu berkata "Pak, aku lupa sila ketiga. Apa aku masih Indonesia?"
Ia tak henti menatap belati
yang dipenuhi bercak merah
sambil dibayang-bayangi dosa
Kepada Tuhan ia memohon hujan ampunan
tetapi Tuhan sedang menonton drama manusia yang lain
Yang pandai mengambil peran-Nya
Ia menangis bertalu-talu
sambil mengingat-ingat pesan teman:
"Menangislah, biarkan airmata membilas dukamu, sebab duka mesti disucikan."
Sarjo, 20 September 2020
0 Komentar