Tak Lagi Hijau
Zaman makin dewasa
setelah pelan-pelan kecanggihan mengikis pribadi kita
layaknya anak kecil
pikiran pun beracun serakah
hingga hijaumu digunduli
ditanami gedung-gedung menjulang
Kulihat orang-orang dengan alat besar
meratakan tubuhmu
di pinggir jalan itu
burung-burung kehilangan rumah, ibu gerah kepanasan, dan kau tenang dalam kebodohan
Di musim kemarau ini
Kauhabiskan peluh sekadar mengeluh
katamu "Matahari makin menyengat, apa bumi akan kiamat?"
Entahlah, pendidikan kali ini tak mengajarkan kita cinta
atau cinta yang memang padam di hati kita
hingga begitu tega merusak hidup seluruh alam
Seperti kata ibu guru waktu itu
"menebang pohon sama saja merenggut napas seseorang"
Di zaman ini
Kita memang ingin hidup damai
tapi tak pernah berhenti membuat kerusakan.
Apakah kita berakal?
Sarjo, 22 April 2021
Sampah 1
Tubuhku berserakan
di jalan, pasar, taman.
Beterbangan hingga di depan kakimu
Tapi mata cuek itu pura-pura tak melihat
Ia pun menginjak-injak temanku
Tanpa sebilah salah di dadanya
Membiarkan kami dirubung lalat-lalat lapar
Egois!
Setelah menikmati makanan, ia melemparkan tubuh-tubuh kami di sembarang tempat.
Di sore yang mendung,
Langit menangis, menumpahkan tangisnya di bendungan
Membawaku menuju genangan
Lalu menyumpal selokan-selokan
Kau histeris,
Mencari sosok yang entah
Sebut-sebut kami penyebab bencana
Egois!
Kau; sampah kota yang suka menyampah.
Parepare, 10 Juli 2019
Kalender Kematian
Waktu terus mengalir
Menyeduh angka-angka kalender
di cangkir usia
Lalu mengubah rupa:
cantik yang kaurawat telah menua
Kemarin berlalu dengan foya-foya
Hari ini berlangsung penuh sesal
Dan besok misteri yang tanda tanya
Bulan, datang dan pergi
tak berpamitan
Tapi kau hanya diam tergagu
Menunggu tiket kematian
Parepare, 25 Juni 2019
Terlambat
Untuk semua pemuda
yang memelihara enggan dalam hatinya
Pagi akan berlalu
Senja pasti bertamu
Petang selalu membayang
Senggang kaubuang-buang
Dan menumpuk harapan
di meja masa depan
Hingga tiba usia beruban
Hidupmu melarat tanpa simpanan
Menyesal!
Tinggal seruan paling riuh dalam dada
Hendak mengulang pagi yang hijau
Sedang tubuh telah ringkih,
tak berdaya
Terlambat,
Tak ada ruang pengaduan
Bagimu yang ketinggaan kereta waktu
Sarjo, 08 Desember 2019
Sampah 2
Lidah itu tak tahu
kata-kata yang disuarakan
serupa sampah
menyumbat telinga
Ia mengotori beranda dada
lalu menitikkan gerimis di mata
yang mungkin orang-orang
di sampingnya tak mengerti
pisau mana melukainya
"Buanglah kata-kata di tempat yang tepat,
agar tak ada hati yang tercemar" pesanmu
Sarjo, 26 Juli 2021
Baca juga: puisi Matahari Tak Terbit di sini
0 Komentar