Yang Tak Tertimbun Ingatan Zaman
Oleh: Lidia
Detik pengetahuan berdetak
memutar jarum pikiranku
pada satu ruang sajak
yang dibaca berkali-kali waktu
Kucoba gali lagi namanya
nama yang tak tertimbun ingatan zaman
menyebut diri binatang jalang
tapi tak serupa anjing pemburu lalu lalang
yang kurang sayang
Pada sajaknya
ia menerjang kerasnya keadaan
melawan gigitan beban
dengan bait-bait peluru
menembus hati berbatu
Seratus tahun bertumbuh
merambat dalam hutan-hutan puisi
yang lebat berakar kukuh
melintasi generasi ke generasi
hingga kudapati dirinya kini
di wajah baru diksi-diksi
Kelak mungkin terbukti
ia akan hidup seribu tahun lagi
setelah hari ini
kita masih merayakan ketiadaannya.
Sarjo, 01 Agustus 2022
Membaca Jejak Jiwa dalam Sajak
Pada buku yang mengajarku
berbahasa indonesia yang baik dan benar itu
ada kau disemat sajak
guru menyeru mengulang-ulang
"Binatang jalang"
kupikir itu binatang sungguhan yang malang
Seragam putih merah menundukkan kepala yang masih belia memaknai bait-baitmu
guru tersenyum mencubit kepolosanku
pengetahuan tua pada pangkatnya
tak memaksa memahami segalamu
kala dulu
Jenjang pendidikan menggulir kedewasaan
dan kutemukan lagi syair itu
kini pelan-pelan kupahami
tentang kau
yang tak mau kalah
dari dunia
hingga kemenangan mengubur tubuhmu seratus tahun di liang puisi
Dan kau tinta hitam
yang terus menggores sajak-sajak
putih memburuk dalam kepala
sebagai pengingat akan rendahnya
jiwa puisiku
lalu kubaca kau selalu seperti buku
Sarjo, 29 Juli 2022
Baca juga: puisi Dunia Lain di sini
0 Komentar