Ilustrasi: Pixabay.com |
Lukisan Luka
Cat-cat warna tersimpan rapi di ingatan
Merah putih hitam abu-abu
masih jelas kubedakan
Tak satu pun rona terabaikan
Abu-abu adalah simbol paling menyakitkan
Di mana setia dan ingkar
menjadi corak ketidakpastian
Sedang kepercayaan tak henti-henti diagungkan
Kau telah melukis masa suram
Di lembaran-lembaran putih hatiku
Barangkali itu keahlianmu
Keahlian yang tak sempat terbaca
di kacamataku
Cat-cat warna tersimpan rapi di ingatan
Berwujud lukisan Luka
Yang kau tinggalkan tanpa pamit
Parepare, 02 Juli 2019
Retak
Seperti gelas jatuh,
Hatiku pecah di meja bacamu
Berserak-serak hingga ke lantai
Dan kau hanya bergeming
Kusatukan beling-beling itu
merupai mozaik yang berbentuk
separuh jantung
Namun tak lagi berwujud semula
Di sini,
Kepercayaanku terkoyak
Hancur tertusuk kecewa yang duri
Inikah yang kau bilang cinta?
Parepare, 03 Juli 2019
Bukan Antibiotik
Luka kemarin masih menganga
Kau tambah lagi
Infeksi makin menjadi
Menjalar ke palung hati
Dadaku meradang
Ketika lidah itu memutarbalik kebenaran
Lalu diam-diam menertawakan
Sungguh!
Ingin kusterilkan kepalsuanmu
Namun kau lebih piawai
Menebar virus-virus kebohongan
Berhentilah melukai,
Bila kau tak tahu mengobati
Aku pun bukan antibiotik
Yang bisa menghambat
bakteri-bakteri lisanmu
Tolonglah!
Biarkan aku berjalan
di kawasan bebas asap penyakit.
Parepare, 14 Juli 2019
Suara Sajak Yang Dilupakan
Rupaku ayu,
Kau biarkan berpupur debu
Pada etalase tuamu
Aku dilupakan,
Sejak bertemu sajak baru
Diam bertumpuk dimakan kutu.
Sungguh tega Tuanku!
Aku pun pernah tinggal di dadamu
Menetap dan tak ingin tanggal
Hingga kelak waktu menghapus jejak-jejak rasa yang bermukim
Namun, kau lebih dulu berpaling
Lalu menjadikan aku sampah masa lalu
Tuan!
Bacalah wajahku lagi
Di lembaran ini, takkan kau temui
keelokan serupa
Atau biarkan aku menua di sini
Menjagamu bersamanya
meski tak dianggap
Barru, 27 Juli 2019
Baca juga: puisi Layang-layang di sini
0 Komentar