Ilustrasi: Pixabay.com |
Rintik Ingatan
Rinai merintik pada ranting-ranting puisi menempias di jendela wajahku
lalu membasahi ingatan yang gersang
perihal masa lalu
Petir pun bergemuruh dalam dada
Ketika wajahnya bertandang
membawa secangkir rindu untuk kuseduh
bersama lembaran kenangan yang belum tuntas dikemas
Di ruang baca itu
Gerimis menderas sendu
Seperti piano yang merdu
Ia memainkan nada perasaanku
hingga sesak bertalu-talu
Ia rasa tanpa musim
Datang bersama hujan
Dan pergi dibawa angin
Mamuju Utara, 07 Agustus 2020
Hujan di Januari
Hitam memeluk awan sepagi ini
Meneteskan rinai berirama damai
Ketika aku masih terjebak mimpi
Dan alarm berdering memecah sepi
Gigil mendekap tubuh
Mengusap mata sayu
yang pelan-pelan mekar
Sedang langit tak henti tersengut-sengut
Hingga menggenangi rumah-rumah
dengan air matanya.
Kaudatang lebih awal
Tanpa petir
Melewati musim yang seharusnya.
Sarjo, 03 Januari 2020
Rinai Februari
Di jendelaku mericik rintik rindu
jatuh satu-satu membasuh kenangan.
air yang pernah melukis wajahmu itu
kembali membasahi luka
yang pelan-pelan mengering
Nada tik-tik berirama pilu
membawa ingatan berjalan ke kota.
kota yang gagal menyatukan kita
kini kurangkai dalam kata
Februari, bulan hujan paling sopan
ia hadir berselimut mendung
setelah aku siap menyambut
dengan rona pelangi
Sarjo, 10 Maret 2021
Hujan di Jendela
Orang-orang ibarat rintik dalam kepala
hadir membasahi ruang hati
lalu mencipta jejak-jejak napas
ketika temu dan pisah menjadi tumpukan kisah yang terus mengalir
Di jendela itu
kutemukan kau dengan mata berembun
menghitung usia di depan rinai
yang tak kunjung usai
Setelah kenangan dewasa oleh masa
kau baru paham bahwa ingatan kerap membawamu kembali muda
Hujan kali ini seperti alarm bagimu
dan kaubilang padaku
"Aku ingin jadi anak kecil lagi"
sebab tua hanya mendatangkan perih yang muskil dieja
Kata-katamu mengubah selera bicaraku
sebab aku bukan pendengar yang tidak bisa tidak meleleh
mungkin benar kata ibu:
"Masa kecil adalah masa berkumpul, setelah besar sulit bersama lagi"
Kawan!
Musim telah berganti
kau berada di hadapan jendela yang senja
"Tak ada yang benar-benar menetap kan di hidup kita?"
Entahlah, kita memang bukan awan
tapi selalu saja mendung oleh masa lalu
Sarjo, 16 April 2021
Baca juga: Puisi Di Ujung Waktu di sini
0 Komentar